Jumat, 18 Januari 2013

Suku Samin

             Suku Samin berasal dari Blora, Jawa Tengah. Suku ini memang jarang sekali terdengar, bisa di bilang agak berbeda dari suku-suku yang lain, karena suku lain biasa nya terbentuk dari silsilah keluarga, tetapi suku ini terbentuk atas pengaruh paham atau ajaran yang disebarkan oleh seseorang. Ajaran atau paham tersebut bernama paham Sanimisme yang di sebarkan oleh Samin Surosentiko. Ajaran Sanimisme juga bisa disebut dengan ajaran sedulur sikep, paham yang didasarkan pada sikap penolakan terhadap penjajah Belanda pada saat itu. Ajaran ini mulai disebarkan pada sekitar akhir tahun 1800-an di Blora Jawa Tengah.
                             

             Mata pencaharian mereka sehari-hari adalah bertani dan memanfaatkan kekayaan alam, mereka tidak sama sekali berdagang karena mereka menganggap bahwa kegiatan berdagang itu kegiatan yang tidak jujur. Bahasa yang digunakan suku samin sehari-hari yaitu bahasa Jawa kasar, tidak ada tingkatan apapun dalam suku Samin, mereka menganggap kesopan-santunan hanya ditunjukan dari sikap dan tindakan. Agama yang mereka anut adalah agama Adam yang memiliki kemiripan dengan agama Islam. Seiring dengan berjalannya waktu, keadaan Suku Samin saat ini sudah mulai mengalami perubahan. Mereka sudah mulai menggunakan peralatan modern. Tetapi, suku Samin tetep tidak menyukai pemerintah Indonesia seperti mereka tidak menyukai pemerintah Belanda zaman dulu.  Mereka menilai pemerintah Indonesia penuh ketidak jujuran dan tidak pantas untuk patuh terhadap mereka.

Tarian Wayang Wong

              Pada awal pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana I, banyak beragam  budaya di Indonesia yang menjadi pusat perhatian masyarakat. Kesenian yang mendapat perhatian besar yaitu seni musik Jawa dan tarian Jawa. Tema tarian yang dibuat pun tidak jauh dari aspek pertahanan dan keamanan karena pada saat itu Sri Sultan tengah menghadapi Kompeni Belanda. Teknik-tekniknya tidak berbeda jauh dengan latihan militer, ketegasan, ketegapan tubuh, kesungguhan dan semangat kehidupan. Tarian petama yang di ciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana adalah Tarian Wayang Wong (Wayang Orang), lakonnya adalah Gondowerdoyo. Gondowerdoyo memiliki sifat spirit patriotisme yang tinggi seperti Ramayana dan Mahabarata dengan mengemukakan patriotisme dari para ksatria Pendawa yang gagah dan berani dalam membela kebenaran.
                               



             Tarian Wayang Wong termasuk tarian kelompok yang sangat sederhana, karena tidak terlalu memperlihatkan kegemerlapan kostum dan piranti lainnya. Tarian ini lebih menceritakan tentang semangat dan penghayatan yang kuat terhadap karakter tokoh. Tetapi, setiap tarian wayang mempunyai ciri kostum atau busananya sendiri.
             Penari-penari Wayang yang memiliki peran penting dalam tarian ini harus memiliki bekal yang cukup dalam melakukan tarian ini, sebab apabila tidak, penari akan mengalami kesulitan dalam menyalurkan “dinamika dalam” dari karakter yang dibawakannya. Karena, pada waktu memerankan tokoh sebagai wayang, akan kelihatan ekspresi dari “gerak dalam” jiwanya, walaupun ia dalam keadaan tidak sedang menari (tancep atau duduk). Tarian Wayang Wong gaya Yogyakarta memiliki kaidah yang sangat ketat. Ada tata aturan yang tidak semua orang dapat mempelajarinya. Karena ada sesuatu yang terkandung dalam Joget Mataram, yaitu kesungguhan dalam mencari, menemukan, dan menggunakan kemanfaatannya.